Senin, 24 Maret 2025

Menimbang Dampak Kenaikan Royalti Pertambangan

Penulis : *) Edi Permadi
23 Mar 2025 | 21:41 WIB
BAGIKAN
Edi Permadi, Tenaga Profesional Lemhannas RI
Edi Permadi, Tenaga Profesional Lemhannas RI

Dalam beberapa pekan terakhir, revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2022 tentang jenis dan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM) menjadi perbincangan hangat di kalangan pemangku kepentingan industri tambang. Pemerintah menyatakan bahwa revisi ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, terutama di tengah tren penurunan harga komoditas tambang yang berpotensi menggerus pemasukan dari sektor ini.

Namun, kenaikan royalti yang signifikan juga menimbulkan berbagai kekhawatiran dari pelaku industri, terutama bagi sektor pertambangan nikel yang sedang mengalami tekanan akibat turunnya harga global. Jika tidak dikelola dengan baik, kebijakan ini dapat berdampak negatif terhadap daya saing industri, keberlanjutan investasi, hingga stabilitas ekonomi nasional.

Harga nikel global mengalami penurunan akibat berkurangnya permintaan, terutama setelah kebijakan Pemerintah Amerika Serikat yang berencana mencabut berbagai insentif untuk kendaraan listrik. Dengan kebijakan ini, permintaan nikel yang sebelumnya meningkat akibat dorongan industri kendaraan listrik kini berkurang drastis, mengakibatkan harga turun dan menekan industri nikel Indonesia.

Selain faktor eksternal, industri nikel dalam negeri juga dihadapkan pada tantangan biaya operasional yang terus meningkat. Dengan rencana kenaikan royalti yang signifikan, perusahaan tambang harus mengalokasikan dana lebih besar untuk membayar kewajiban kepada negara. Hal ini berpotensi menurunkan profitabilitas dan berpeluang mengancam keberlanjutan operasi mereka.

Advertisement

Jika royalti naik sesuai rencana dalam revisi PP 26/2022 setidaknya ada sejumlah dampak negatif yang bakal timbul. Pertama, meningkatkan biaya produksi dan menekan profitabilitas. Perusahaan tambang yang sudah menghadapi tekanan harga rendah kini harus menghadapi tambahan beban royalti. Peningkatan ini dapat mengurangi margin keuntungan mereka dan bahkan berisiko menyebabkan beberapa perusahaan menghentikan operasionalnya. Perusahaan dengan biaya produksi tinggi akan menjadi yang paling terdampak dan berisiko mengalami kerugian besar.

Menimbang Dampak Kenaikan Royalti Pertambangan
Data

Kedua, mengurangi daya saing di pasar global. Dengan biaya produksi yang meningkat akibat kenaikan royalti, harga produk tambang Indonesia bisa menjadi kurang kompetitif dibanding negara lain seperti Filipina dan Rusia. Hal ini akan berdampak pada berkurangnya pangsa pasar ekspor nikel Indonesia, yang selama ini menjadi salah satu sumber pendapatan utama negara.

Ketiga, meningkatkan risiko pengurangan produksi dan penutupan tambang. Jika kenaikan royalti menyebabkan margin keuntungan semakin menipis atau bahkan negatif, banyak perusahaan tambang berpotensi mengurangi produksi. Dalam skenario terburuk, beberapa tambang bisa terpaksa menghentikan operasi, yang tidak hanya berdampak pada perusahaan tetapi juga pada tenaga kerja yang bergantung pada sektor ini.

Keempat, menghambat investasi dan pertumbuhan industri. Investasi di sektor pertambangan sangat bergantung pada kepastian hukum dan keekonomian proyek. Jika kebijakan fiskal menjadi terlalu membebani, investor akan enggan menanamkan modal. Hal ini dapat memperlambat ekspansi industri tambang dan menghambat proyek-proyek hilirisasi yang sedang digalakkan oleh pemerintah.

Kelima, berisiko menurunkan penerimaan negara dalam jangka panjang. Meskipun kenaikan royalti bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, ada risiko bahwa kebijakan ini justru berbalik merugikan. Jika produksi menurun akibat perusahaan yang mengalami tekanan finansial, penerimaan negara dari pajak dan PNBP bisa ikut tergerus. Hal ini bisa menciptakan efek domino yang menghambat pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan.

Dalam industri tambang, biaya produksi terdiri dari berbagai komponen yang mencakup biaya operasional, belanja modal (Capex), biaya administrasi, pajak, royalti, hingga biaya reklamasi dan penutupan tambang. Dengan kenaikan royalti, struktur biaya ini menjadi semakin berat, terutama bagi perusahaan yang memiliki margin keuntungan rendah.

Salah satu tantangan utama dalam kenaikan royalti adalah sifatnya yang regresif, yang berarti bahwa perusahaan harus membayar persentase yang sama dari pendapatan kotor, tanpa mempertimbangkan profitabilitas. Hal ini sangat membebani perusahaan dengan margin kecil dan dapat menyebabkan mereka kesulitan untuk tetap beroperasi.

Selain itu, bagi proyek tambang baru atau proyek dengan tingkat pengembalian investasi (IRR) dan nilai bersih sekarang (NPV) yang rendah, kenaikan royalti dapat membuat proyek menjadi tidak layak secara finansial. Hal ini dapat menghambat pengembangan tambang baru yang seharusnya bisa menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan perekonomian daerah.

Pemerintah sejauh ini berkomitmen untuk terus mendukung industri pertambangan. Apalagi kontribusi industri ini untuk perekonomian nasional sangat besar. Pemerintah dalam hal ini Direktur Jenderal Mineral Batubara Tri Winarno pun menegaskan Pemerintah akan menimbang seluruh masukan termasuk dari dunia usaha dalam proses revisi PP ini.

Rekomendasi Kebijakan

Agar tujuan pemerintah dalam meningkatkan penerimaan negara dapat tercapai tanpa mengorbankan pertumbuhan industri tambang, ada beberapa rekomendasi yang dapat dipertimbangkan. Pertama, meninjau kembali kenaikan royalti sesuai kondisi pasar. Pemerintah perlu mempertimbangkan kondisi harga komoditas sebelum menaikkan royalti. Untuk komoditas seperti nikel yang sedang mengalami tekanan harga, kenaikan royalti sebaiknya dilakukan secara bertahap atau ditunda hingga harga kembali stabil.

Kedua, memberikan insentif untuk proyek yang feasible. Proyek-proyek tambang yang memiliki prospek tinggi harus diberikan dukungan agar dapat segera mencapai tahap produksi. Dengan begitu, industri dapat terus berkembang dan tenaga kerja dapat terserap lebih banyak.

Ketiga, memperketat pengawasan terhadap tambang ilegal. Salah satu cara untuk meningkatkan penerimaan negara tanpa membebani perusahaan legal adalah dengan menindak tambang ilegal. Dengan menutup operasi ilegal, pemerintah dapat meningkatkan PNBP secara signifikan dari perusahaan yang berizin resmi.

Keempat, meningkatkan efisiensi perizinan dan layanan administratif. Pemerintah perlu memastikan bahwa proses perizinan dan regulasi terkait industri tambang berjalan dengan efisien. Dengan sistem administrasi yang transparan dan cepat, perusahaan dapat beroperasi lebih optimal tanpa hambatan birokrasi yang berlebihan.

Kenaikan royalti di sektor tambang merupakan kebijakan yang harus dirancang dengan hati-hati agar tidak berdampak negatif pada industri dan ekonomi secara keseluruhan. Meskipun tujuan utama adalah meningkatkan penerimaan negara, pemerintah juga perlu mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap investasi, daya saing, dan keberlanjutan operasional industri tambang.

Melalui pendekatan yang lebih seimbang, seperti mempertimbangkan kondisi pasar, memberikan insentif bagi proyek yang layak, serta memperbaiki sistem administrasi dan pengawasan tambang ilegal, pemerintah dapat mencapai tujuan fiskal tanpa mengorbankan pertumbuhan sektor pertambangan yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional.

* Tenaga Profesional Lemhannas RI (opini dalam kapasitas pribadi)

Editor: Euis Rita Hartati (euis_somadi@yahoo.com)

Follow Channel Telegram Official kami untuk update artikel-artikel investor.id

Follow

Baca Berita Lainnya di Google News

Read Now
IDTV Link
LIVE STREAMING

Saksikan tayangan informasi serta analisis ekonomi, keuangan, dan pasar modal di IDTV

BAGIKAN

Berita Terkait


Berita Terkini


Market 30 menit yang lalu

BBCA Mumpung Diskon, Harganya Bisa ke Level Ini

BBCA sedang diskon secara valuasi. Simak rekomendasi terbaru saham BBCA atau BCA ini.
Business 54 menit yang lalu

Harga Beli Beras di Bulog Idealnya Rp 13 Ribu per Kg

Pengadaan Bulog saat ini mayoritas berupa gabah.
Market 1 jam yang lalu

Prospek Cuan BBRI Menipis, Ada Apa?

Prospek cuan saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) atau BRI tipis, berdasarkan riset Mandiri Sekuritas (Mansek). Simak rekomendasi saham BBRI.
Market 1 jam yang lalu

Harga Bitcoin Menanjak, Didorong Inflow ETF Besar

Harga Bitcoin menanjak ke level US$ 85 ribu didorong inflow ETF spot yang besar pada pekan lalu.
Market 2 jam yang lalu

IHSG Fluktuatif Jelang Libur Panjang, 6 Saham Dijagokan Cuan

Phintraco Sekuritas memprediksi IHSG pekan ini fluktuatif jelang libur panjang, rekomendasikan enam saham dijagokan cuan, salah satunya ASII
Market 2 jam yang lalu

Cermati 2 Sentimen di Pekan Singkat, AKRA, ADMR, dan UNTR Berpotensi Cuan

Indo Premier Sekuritas (IPOT) sebut ada dua sentimen penting di pekan singkat, rekomendasikan AKRA, ADMR, dan UNTR berpotensi cuan.

Tag Terpopuler


Copyright © 2025 Investor.id
PT. Koran Media Investor Indonesia